Desember lalu, kita menanam harapan disini. Di Kota Seribu Bukit, yang juga ku sebut Seribu Impian, dan Seribu Harapan. Ya, nama kotanya adalah Trenggalek. Mengingat semua hal yang kita lalui bersama, rasanya membuat hati semakin terasa dihujam oleh ledakan kenangan.
Awalnya, aku merasa salut atas pengorbananmu menemui keluarga ku. Dengan berbekal doa dan harapan, kamu mantapkan hati untuk mengutarakan niat serius. Tak ku sangka, keluarga ku menyambut hangat kedatanganmu, seolah sudah menganggapmu menjadi bagian dari keluarga. Bulan demi bulan berlalu. Hingga tiba waktunya semakin dekat. Hanya menghitung minggu.
Entah apa yang membuatku tak bersemangat untuk benar-benar mengurus semuanya yang seharusnya menjadi kebahagiaan kita bersama. Semakin mendekati, sikapmu semakin membuatku bingung. Menjauh dan tak pernah mau membahas hal penting itu.
Aku pasrah dan hanya bisa berdoa. Jika memang kamu yang dipilihkanNya, pasti akan dipermudah. Istikharahku terjawab, satu hal yang tak bisa ku terima ketika orang tua mu berniat menjodohkanmu dengan wanita lain dan membatalkan kesepakatan kita. Kau pun tak bisa menolak karena kepatuhanmu pada orang tuamu. Aku berontak. Merasa tak adil. Mengapa harus seperti diiyakan jika pada akhirnya memutuskan membatalkan sepihak.
Pahit memang, perih seperti tersayat-sayat. Tapi Alhamdulillah rencana yang harusnya bahagia belum tersebar.
Satu hal yang ku syukuri, Allah memisahkan kita sebelum benar-benar bersatu. Tak terbayang jika kita sudah terikat lantas orang tuamu tak berpihak. Akan menjadi lebih runyam jadinya.
Saat ini, aku hanya bisa mendoakanmu. Semoga kamu bahagia bersama pilihan orang tuamu.
Tenang, aku sudah merelakanmu bersamanya.
Dari,
Aku yang pernah kamu perjuangkan.
Awalnya, aku merasa salut atas pengorbananmu menemui keluarga ku. Dengan berbekal doa dan harapan, kamu mantapkan hati untuk mengutarakan niat serius. Tak ku sangka, keluarga ku menyambut hangat kedatanganmu, seolah sudah menganggapmu menjadi bagian dari keluarga. Bulan demi bulan berlalu. Hingga tiba waktunya semakin dekat. Hanya menghitung minggu.
Entah apa yang membuatku tak bersemangat untuk benar-benar mengurus semuanya yang seharusnya menjadi kebahagiaan kita bersama. Semakin mendekati, sikapmu semakin membuatku bingung. Menjauh dan tak pernah mau membahas hal penting itu.
Aku pasrah dan hanya bisa berdoa. Jika memang kamu yang dipilihkanNya, pasti akan dipermudah. Istikharahku terjawab, satu hal yang tak bisa ku terima ketika orang tua mu berniat menjodohkanmu dengan wanita lain dan membatalkan kesepakatan kita. Kau pun tak bisa menolak karena kepatuhanmu pada orang tuamu. Aku berontak. Merasa tak adil. Mengapa harus seperti diiyakan jika pada akhirnya memutuskan membatalkan sepihak.
Pahit memang, perih seperti tersayat-sayat. Tapi Alhamdulillah rencana yang harusnya bahagia belum tersebar.
Satu hal yang ku syukuri, Allah memisahkan kita sebelum benar-benar bersatu. Tak terbayang jika kita sudah terikat lantas orang tuamu tak berpihak. Akan menjadi lebih runyam jadinya.
Saat ini, aku hanya bisa mendoakanmu. Semoga kamu bahagia bersama pilihan orang tuamu.
Tenang, aku sudah merelakanmu bersamanya.
Dari,
Aku yang pernah kamu perjuangkan.
Komentar
Posting Komentar